Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional, cadangan energi nasional meliputi tiga macam, yakni cadangan strategis, cadangan penyangga energi, dan cadangan operasional.
Satu-satunya cadangan energi yang tersedia selagi ini adalah cadangan operasional yang diusahakan oleh badan usaha, yakni PT Pertamina (Persero). Cadangan berikut bersifat stok bahan bakar minyak (BBM) jenis gasoline (premium, pertalite, dan pertamax) selama 22 hari, stok gasoil (solar bersubsidi dan dexlite) selama 24 hari, dan stok avtur di atas 100 hari. Sebagai penjual BBM, wajar jika Pertamina punya persediaan untuk memelihara kelancaran pasokan.
Lalu, untuk apa cadangan energi? Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 mengenai Rencana Umum Energi Nasional menyinggung pentingnya cadangan penyangga energi. Sesuai denga nama dan sifatnya yang cadangan, maka ketersediaan energinya hanya dipakai atau digunakan jika Indonesia tersedia di dalam keadaan krisis atau darurat energi. Ini penting untuk mengurangi dampak ekonomi, politik, dan sosial yang timbul berasal dari keadaan tersebut.
Bayangkan, walau tak dulu di idamkan terjadi, saat Indonesia terlibat perang atau dihantam bencana alam. Pasokan atau ketersediaan energi di di dalam negeri jadi urat nadi penting bagi kelangsungan hidup bangsa. Dalam keadaan perang, ketiadaan pasokan BBM menyebabkan kendaraan perang tak bisa beroperasi. Begitu pula pemulihan akibat bencana alam jadi tersendat tanpa sokongan energi yang andal.
Baca Juga : SERMATEC Buat Pencapaian Penting didalam Strategi
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di depan anggota Komisi VII DPR menyebut kebutuhan dana Rp 1 triliun untuk kecukupan cadangan BBM di Indonesia selama sehari. Apabila cadangan energi Indonesia mau dibuat untuk kecukupan selama 30 hari, dana yang kudu disajikan mencapai Rp 30 triliun.
Dana sebanyak itu, yang hanya untuk cadangan selama 30 hari, pasti bukan perkara enteng untuk Indonesia di dalam keadaan seperti saat ini ini. Uang Rp 30 triliun jadi uang ”nganggur”. Selain itu, diperlukan biaya tambahan sebagai biaya penyimpanan atau pemeliharaan infrastruktur. Praktis, konsep cadangan energi belum jadi skala prioritas negara.Selain kasus dana, Indonesia terhitung belum seutuhnya bisa terlihat berasal dari kasus hulu, yakni tetap merosotnya memproduksi minyak di di dalam negeri. Kebutuhan 1,5 juta barel BBM tiap tiap hari di Indonesia hanya bisa dipenuhi separuhnya saja. Sisanya kudu diimpor. Impor perlihatkan suatu ketergantungan kepada pihak lain. Lagi-lagi, ini tidak cukup bagus bagi ketahanan energi.